Makalah Tentang Hadits seorang wanita yang masuk neraka karena menyiksa seekor kucing (Kajian Takhrij)

HADITS TENTANG WANITA YANG MASUK NERAKA KARENA MENYIKSA SEEKOR KUCING
A.    MATAN HADITS
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عُذِّبَتْ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ حَبَسَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ جُوعًا فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ قَالَ فَقَالَ وَاللَّهُ أَعْلَمُ لَا أَنْتِ أَطْعَمْتِهَا وَلَا سَقَيْتِهَا حِينَ حَبَسْتِيهَا وَلَا أَنْتِ أَرْسَلْتِهَا فَأَكَلَتْ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ
(BUKHARI - 2192) : Telah menceritakan kepada kami Isma'il berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Nafi' dari 'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhuma bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ada seorang wanita disiksa disebabkan mengurung seekor kucing hingga mati kelaparan lalu wanita itupun masuk neraka". Nafi' berkata; Beliau berkata: "Sungguh Allah Maha Mengetahui bahwa kamu tidak memberinya makan dan minum ketika engkau mengurungnya dan tidak membiarkannya berkeliaran sehingga dia dapat memakan serangga tanah".

B.     TAKHRIJ HADITS
Untuk menemukan hadits ini penulis melakukan takhrij. Takhrij sendiri punya beberapa metode untuk mencari sebuah hadits. Namun, penulis menggunakan metode takhrij bi alfadz. Dalam proses takhrij ini penulis menggunakan perangkat lunak lidwa pusaka yang didalamnya berisi 9 kitab hadits atau lebih masyhur dikenal dengan kutubu al-tis’ah.
Adapun kata kunci yang penulis gunakan untuk mentakhrij hadits di atas adalah kata في هرة . Dari metode ini penulis menemukan beberapa kitab yang memuat hadits ini dengan rincian sebagai berikut :
1.      Dalam kitab Shahih Bukhari ditemukan 3 hadits yaitu :
a.       Pada bab فضل سقي الماء atau bab memberi air minum dengan nomor hadits 2192.
b.      Pada bab خمس من الدواب فواسق يقتلن في الحرم atau bab lima hewan yang tergolong fasik yang boleh untuk dibunuh di tanah haram dengan nomor hadits 3071
c.       Pada bab حديث الغار atau pada bab hadits gua dengan nomor hadits 3223
2.      Dalam kitab Shahih Muslim ditemukan enam hadits yaitu :
a.       Pada bab yang ditampaknya pada nabi SAW dalam shalat kusuf (ما عرض على النبي صلى الله عليه وسلم في صلاة الكسوف) dengan nomor hadits 1507.
b.      Pada bab haramnya membunuh kucing (تحريم قتل الهرة) dengan nomor hadits 4160 dan 4161.
c.       Pada bab larangan dari menyiksa kucing (تحريم تعذيب الهرة ونحوها من الحيوان الذي لا يؤذي) dengan nomor hadits 4749 dan 4750.
d.      Pada bab luasnya rahmat Allah SWT (في سعة رحمة الله تعالى وأنها سبقت غضبه) dengan nomor hadits 4951
3.      Dalam kitab sunan al-Nasa’i ditemukan 2 hadits yaitu:
a.       Pada bab نوع آخر dengan nomor hadits 1465.
b.      Pada bab القول في السجود في صلاة الكسوف (bacaan sujud ketika shalat gerhana) dengan nomor hadits 1479.
4.      Dalam kitab sunan Ibnu Majah hanya ditemukan satu hadits saja yaitu pada bab ذكر التوبة (tentang taubat) dengan nomor hadits 4246.
5.      Dalam musnad Ahmad ditemukan 9 hadits yaitu :
a.       Pada bab مسند عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله تعالى عنهما (Musnda Abdullah Bin Amru bin al-Ash Radliyallahu ta’ala ‘anhuma) dengan nomor hadits 6472.
b.      Pada bab مسند أبي هريرة رضي الله عنه (Musnad Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu) dengan nomor hadits 7232,7328,7511, 9117, 9511, 10179, dan 10309.
c.       Pada bab مسند جابر بن عبد الله رضي الله تعالى عنه (Musnad Jabir bin Abdullah Radliyallahu ‘anhu) dengan nomor hadits 14487.
6.      Dalam Sunan ad-Darimi ditemukan 1 hadits saja yaitu pada bab دخلت امرأة النار ف هرة (ada seorang wanita yang masuk neraka karena kucing) dengan nomor hadits 2693.

C.     KRITIK HADITS
Dalam pembahasan ini penulis mengambil satu riwayat hadits yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari. Pembahasan ini meliputi dua kritikan yaitu kritik matan dan kritik sanad.

a.       Kritik sanad
Dalam kritik sanad ini penulis akan menjelaskan biografi dari perawi-perawi yang ada pada jalur periwayatan hadits no 3071 dari kitab Shahih Bukhari.

1.      Nama lengkap             : Nashr bin ‘Ali bin Nashr bin Shubhan
Kalangan                     : tabiut tabiin
Kuniyah                      : Abu ‘Amru
Negeri semasa hidup   : Bashrah
Wafat                          : 250 H
Komentar ulama          :
Ahmad bin Hambal
laisa bihi ba`s
Abu Hatim
Tsiqah
An Nasa'i
Tsiqah
Ibnu Kharasy
Tsiqah
Ibnu Hajar al 'Asqalani
tsiqah tsabat
Adz Dzahabi
Hafizh


2.      Nama lengkap             : Abdul A’laa bin ‘Abdul A’laa
Kalangan                     : tabiut tabiin kalangan pertengahan
Kuniyah                      :Abu Muhammad
Negeri semasa hidup   :Bashrah
Wafat                          :189 H
Komentar ulama          :
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Abu Zur'ah
Tsiqah
Abu Hatim
shalihul hadits
An Nasa'i
laisa bihi ba`s
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Al 'Ajli
Tsiqah
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Tsiqah
Adz Dzahabi
Tsiqah

3.      Nama lengkap             : Ubaidullah bin ‘Umar bin Hafsh bin ‘Ashim bin ‘Umar bin al-Khattab
Kalangan                     : tabi’in kalangan biasa
Kuniyah                      : Abu Utsman
Negeri semasa hidup   : Madinah
Wafat                          :147 H
Komentar ulama          :
Ibnu Hajar
tsiqah tsabat
Adz Dzahabi
tsiqah
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Abu Hatim
Tsiqah
Abu Zur'ah
tsiqah
An Nasa'i
tsiqah tsabat

4.      Nama lengkap             : Nafi’ maula ibnu Umar
Kalangan                     : tabi’in kalangan biasa
Kuniyah                      :Abu Abdullah
Negeri semasa hidup   :Madinah
Wafat                          :117 H
Komentar ulama          :
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Al 'Ajli
Tsiqah
An Nasa'i
Tsiqah
Ibnu Kharasy
Tsiqah

5.      Nama lengkap             : Abdullah bin ‘Umar bin al-Khattab bin Nufail
Kalangan                     : shahabat
Kuniyah                      : Abu ‘Abdul al-Rahman
Negeri semasa hidup   : Madinah
Wafat                          : 73 H
Komentar ulama          :
Ibnu Hajar Al Atsqalani
Shahabat
Adz Dzahabi
Shahabat

Dari data-data diatas penulis simpulkan bahwa hadits ini mempunyai sanad yang muttasil dan kualitasnya shahih.

b.      Kritik matan
Setelah selesai melakukan penelitian terhadap sanad hadis, maka aktivitas selanjutnya adalah kritik/ penelitian matan hadis. Adapun unsur-unsur yang perlu diteliti pada matan hadis mengacu kepada kaedah kesahihan matan hadis sebagai tolok ukurnya adalah terhindar dari syadz dan ‘illah.[1] Adapun kriteria syadz menurut Umi Sumbulah adalah; terdapat sisipan ucapan perawi pada matan hadis, pembalikan teks hadis, dan kesalahan ejaan.[2]
Menurut jumhur ulama hadits, karakteristik matan hadits yang memiliki syadz dan ‘illah adalah:
1.      Susunan bahasanya rancu. Rasulullah SAW yang sangat fasih dalam berbahasa Arab dan memiliki gaya bahasa yang khas mustahil menyabdakan pernyataan yang rancu tersebut.
2.      Kandungan pernyataannya bertentangan dengan akal yang sehat dan sangat sulit diinterprestasikan secara rasional.
3.      Kandungan pernyataanya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam, misalnya berisi ajakan untuk berbuat maksiat.
4.      Kandungan pernyataanya bertentangan dengan sunnatullah (hukum alam).
5.      Kandungan pernyataanya bertentangan dengan fakta sejarah yang mutawatir.
6.      Kandungan pernyataanya bertentangan dengan petunjuk Alquran ataupun hadits mutawatir yang telah mengandung petunjuk secara pasti.
7.      Kandungan pernyataanya berada di luar jalur kewajaran diukur dari petunjuk umum ajaran Islam; misalnya amalan yang tidak seberapa tetapi diiming-iming  dengan balasan pahala yang sangat luar biasa.[3]
Dengan mengetahui karakteristik syadz dan ‘illah pada matan hadis maka dapat disimpulkan bahwa matan hadis yang sahih adalah matan hadis yang terhindar dari tujuh point di atas.
Dari kriteria diatas penulis menganggap bahwa hadits ini terbebas dari syadz dan ‘illah. Karena penulis menilai tidak ada redaksi matan hadits ini yang masuk pada 7 kriteria syadz dan ‘illah sebuah matan hadits.
D.    SKEMA SANAD
Skema sanad ini penulis dapatkan dari software hadits gawami’ al-kalem. Berikut penulis gambarkan skema sanad yang sederhana untuk mengetahui syahid dari hadits bukhari ini.

E.     SYARAH HADITS
Penulis mengambil syarah hadits dari kitab Fathul Bari’ karya Ibnu Hajar al-Atsqalany. Beliau mengatakan bahwa yang dimaksud wanita yang dimasukan ke dalam neraka itu adalah seorang wanita dari golongan Himyar. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ia dari Bani Isra’il. Namun, tidak ada riwayat yang menyebutkan namanya. Baihaqi menyebutkan dalam kitabnya bahwa wanita itu adalah seorang yahudi karena golongan Himyar kebanyakannya beragama yahudi. Akan tetapi Nawawi memungkiri pernyataan tersebut. Sedangkan kucing yang dimaksud dalam hadits ini adalah seekor kucing betina. Karena kata هرة  merupakan sebutan untuk seekor kucing betina dan kata هر merupakan sebutan untuk kucing jantan.
Yang dimaksud kata خشاش adalah kutu tanah, serangga tanah, seekor tikus dan semisalnya. Nawawi berkata bahwa hadits ini diriwayatkan dengan huruf ح tanpa titik yang bermakna tumbuh-tumbuhan tanah. Ibnu Hajar mengatakan bahwa pendapat ini lemah dan keliru. Akan tetapi, jelasnya hadits ini mengatakan bahwa seorang wanita disiksa karena membunuh seekor kucing yang dikurungnya. Iyadh berkata wanita tersebut adalah seorang kafir dan disiksa di dalam neraka. Atau karena hisab karena barang siapa yang hisabannya jelek maka akan disiksa. Atau wanita itu seorang kafir lalu disiksa karena kekafirannya dan ditambah siksaannya karena perbuatannya tadi. Atau wanita itu seorang muslimah dan disiksa karena perbuatan itu. Nawawi berkata bahwa wanita ini seorang muslimah akan tetapi dimasukan kedalam neraka karena perbuatan maksiat tersebut. Pendapat ini memperkuat pendapat dari Baihaqi dalam kitabnya dan Abu Nu’aim dalm kitabnya.
F.      KESIMPULAN
Dari data-data diatas penulis memperoleh beberapa kesimpulan yaitu:
1.      Hadits ini mempunyai sanad yang muttasil, para perawinya tsiqah.
2.      Dari segi matan hadits ini terbebas dari syadz dan ‘illah.
3.      Hadits ini ingin mengatakan bahwa menyiksa seekor kucing adalah perbuatan dosa dan dapat menyebabkan seseoran masuk ke neraka.



[1] Umi Sumbulah, Kritik Hadis, Pendekatan Historis Metodologis, hlm. 103.
[2] Ibid., hlm. 104-107.
[3] Salahuddin bin Ahmad al-Adlabī, Manhaj Naqil Matn, (Beirut : Dar al-Afaq al-Jadidah, 1403 H./ 1983 M), hlm. 237 – 238.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Lubabul Hadits (Matan Tanqihul Qaul) Bahasa Sunda (Pembukaan)

Makalah Objek Kajian Filsafat

Syair-syair-an (لو لا مربى ما عرفت ربى)