Wajah Jelita Dalam Lingkaran Renda (chapt 2 Sabda Maharasa)

 BABUTS TSANI

        “Ting” suara hp yang berbunyi di depan tv. Seorang pria yang menonton tv memindahkan matanya ke arah hp tersebut, lalu melihat notifikasinya. Di atas bagian layar terlihat bahwa itu adalah notif dari aplikasi Instagram. Dia lalu mengusap layarnya untuk melihat isi notifikasinya. Pria itu lalu tersenyum simpul dengan pipi yang sedikit merah. Di layar smartphonenya tertulis si_im******* started following you. Sebuah notifikasi sederhana yang membuat hati seorang pria memanen tumbuhan bahagia. Rupanya instagramnya telah diikuti oleh seorang nona remaja yang selama ini diam-diam dia puja-puja.

      Pria tadi Kembali meletakan smartphone miliknya dengan hembusan nafas yang tidak teratur seperti menahan tertawa. Terlihat dari raut wajahnya, dia tak lagi menonton tv walaupun wajahnya menghadap tv. Pikirannya melayang kemana-mana dari satu lamunan ke lamunan lain yang diisi dua wajah yaitu wajahnya dan wajah nona remaja tadi. Kadang dia melamun harus bicara apa jika nanti bertemu dengannya atau basa basi apa untuk membuatnya lebih akrab dengannya. Padahal umurnya sudah tidak lagi muda tapi perasaanya seolah memaksa kembali kepada pikiran anak-anak SMA.

    Beberapa minggu berlalu dari notifikasi itu. Pria tadi kembali dengan aktivitas sehari-harinya mengajar ngaji dan bekerja di siang hari. Pagi itu pada jam 10 lewat 14 seorang perempuan melintas memakai baju SMA dengan suara agak serak mengobrol bercanda dengan dua orang temannya. Pria tadi tak melihat ke arahnya, tapi melihat ke arah monitor komputernya. Tapi dia tahu betul dari suara tawa dan seraknya siapa pemilik suara serak tersebut. Pria tadi beranjak dari kursinya dengan pura-pura mencari udara segar padahal ingin melihat perempuan tadi dengan pura-pura berwajah datar. Dia tak sempat melihat wajah perempuan itu karena memang sengaja untuk menyembunyikan batang hidungnya karena takut perempuan tadi memergoki wajahnya sedang tersenyum memperhatikannya. Dia melihat punggung perempuan tersebut lengkap dengan seragam SMA berwarna putih dan rapih. Diperhatikan Langkah demi langkahnya dari depan mading hingga keluar gerbang untuk melintas ke gedung sekolahnya.

    Pria tadi melamun lama di depan pintu kantornya sambil memperhatikan perempuan tadi bercengkrama bahagia menggandeng dua teman perempuannya yang lain. “andaikan” ucap pria itu dalam benaknya. Pria tadi pikir betapa bahagianya dia jika dia menjadi salah satu teman perempuannya itu. Bisa akrab bercanda sambil memperhatikan senyumnya. Bisa akrab berbicara sambil mendengarkan suara serak yang sering dirindukannya. Apalagi jika bisa digandeng tangan kirinya sambil melangkah dengan setiap mekaran bahagia di jalan yang ditapaki kaki mereka berdua. Pria tadi lalu menghela nafas “haaaaaah” sambil menyadarkan diri kalau itu tidak mungkin terjadi, lalu kembali ke tempatnya untuk melanjutkan pekerjaannya.

        Jarum besar di kantornya sudah menunjuk angka dua dengan jarum kecil yang menunjuk angka 9. Waktu ashar berarti tinggal 2 menit lagi pikirinya. Dia lalu berkemas meninggalkan teman kantornya dan lamunan bahagia tadi pagi di meja warna coklat miliknya. Sampailah dia di rumah dan bersiap untuk melaksanakan shalat ashar sekalian sedikit muthalaah kitab yang akan diajarkannya setelah ashar. Adzan lalu berkumandang syahdu dan beberapa menit setelah adzan selesai dikumandangkanlah iqamah sebagai isyarat shalat berjama’ah akan segera dimulai.

        Shalat berjama’ah sudah selesai dengan khusyu dan khidmat. Pria tadi lalu kembali ke rumahnya untuk mengambil kitab Fathul Qarib dan muthalaah setiap kata-kata yang akan diajarkannya supaya dia tidak salah menjelaskannya nanti. Beberapa saat kemudian dia melihat jam dan berpikir sudah waktunya mengajar di dekat bedug pinggir masjid tadi. Ketika memasuki samping masjid, dia melihat sudah ada beberapa santri duduk dengan satu shaf berjejer menyamping.

        Pria tadi lalu duduk di depan mereka, tapi matanya tertuju pada satu wajah jelita dengan renda putih disekelilingnya. Wajahnya putih dengan pipi bulat memanjang yang menggemaskan bagi setiap orang yang memandanggnya. Wajah itu kadang mengkerut heran dan kadang berseri penuh senyuman. Namun, apapun raut wajahnya ternyata berhasil membuat pria tadi gemetar sehingga beberapa kali salah membaca kata. Bahkan ia hampir salah memanggil nama seorang santri dengan nama perempuan pemilik wajah jelita tadi. Namun, hal itu berhasil diatasinya meskipun dengan sedikit gelagapan dan gugup berlebihan.

        Pria tadi berhasil menguasai keadaan dirinya. Dia pura pura bermuka datar seolah tak peduli, padahal gemas setengah mati. Jika bisa mungkin dia akan duduk di depan pemilik wajah jelita itu sambil mengungkapkan betapa ia gemas ingin sekali mencubit pipi merahnya dengan kedua tanganna sambil memuji wajah jelita yang ingin dimilikinya. Kadang sudut matanya melihat wajah itu ketika wajah jelita itu menunduk ke bawah dan memalingkan matanya ke arah lain ketika wajah itu terangkat dan melihat wajahnya. Tangan pria tadi mengepal menahan gemas diiringi tarikan dan hembusan nafas. Tangan kirinya mengusap dada sebelah kirinya yang berdetak tak karuan dan semakin tak beraturan.

        Bibir bawahnya kadang ia gigit untuk melampiaskan gemas tak berkesudahan. Sungguh jika aturan memperbolehkan pikirnya ia akan genggam tangan perempuan itu dan membawanya jalan-jalan sambil berbicara tak karuan hanya untuk menghabiskan sisa petang di hari itu dengan luapan rasa sayang di hati itu. Petang itu bercuaca mendung dan gelap, tapi di pikirannya petang itu bercuaca mendukung dan lelap. Kadang pria itu pikir harus bagaimana seharusnya sikapnya? Apakah terang-terangan terlihat menyukainya atau pura-pura biasa saja seperti sedia kala. Ia pikir mungkin lebih baik perasaan itu disimpannya karena khawatir akan membuat tak nyaman nona pemilik wajah jelita dengan renda.

        Petang itu diselesaikan dengan perasaan tertatih menahan gemas dan wajah pucat berwarna putih terlihat lemas. Selesai bertemu wajah jelita itu, pria tersebut bersandar di bawah dipan kasur warna coklat miliknya sambil tersenyu menulis perasaanya. Dari awal paragraf sampai ujung curhatan yang diakhiri paraf, halaman ke 131 dari buku kwarto miliknya hanya dipenuhi ucapan rayuan alay dan lamunan lebay pria itu. “duh gusti naha tiasa sagemes kitu” ujarnya dalam hati sambil membayangkan wajah jelita dengan pinggiran renda petang tadi.

        Rasa gemas itu muncul tiga hari berturut turut dengan cerita berbeda di setiap pertemuannya. Kadang dia beranikan diri memanggil Namanya dengan pura-pura menyuruhnya meneruskan bacaan kitabnya. Padahal ia tahu betul hal itu hanyalah sebuah modus pura-pura bertanya hanya untuk menatap langsung wajah jelita itu lebih lama. Yang paling disukainya adalah ketika wajah itu tersenyum dibarengi tawa menahan malu karena salah membaca beberapa kata. Tapi sungguh pria itu adalah pemeran ulung dalam akting berpura-pura. Ia tetap bergeming dengan wajah datarnya walau hatinya bergemuruh dengan perasaan ingin sekali akrab mengobrol berdua dengan nya. Kadang ia berpikir ingin sekali seperti seorang pesulap yang merubah abrakadabra menjadi apa kabarnya?

        Di hari ke empat tepatnya hari jum’at, ia pikir akan menemui wajah jelita berrenda itu lagi. Petang itu ketika akan mengajar, dia tersenyum di kaca memakai kemeja putih dengan sarung hitam kebanggaanya. Untuk yang keempat kalinya ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan memandang wajah jelita itu lagi seperti 3 hari sebelumnya. Sebelum melangkah dia menghela nafas panjang untuk mempersiapkan diri melihat wajah bidadari. Tapi, memang ekspektasi kadang menyakiti diri sendiri. Wajah jelita itu tak memakai renda petang itu. Renda itu pindah ke wajah perempuan lain yang tidak ia senangi. Petang itu menjadi lebih cepat dengan senyum palsu yang dipaksakan karena menelan kekecewaan. Ia pikir mungkin esok hari atau hari-hari kedepannya akan ia temui wajah jelita itu memakai renda yang dia rindukan. Tapi ternyata sampai setahun bahkan tiga tahun berlalu, renda putih itu tak menghiasi wajah jelita itu kembali.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Lubabul Hadits (Matan Tanqihul Qaul) Bahasa Sunda (Pembukaan)

Makalah Objek Kajian Filsafat

Syair-syair-an (لو لا مربى ما عرفت ربى)